Selasa, 19 Januari 2016

Ekonomi Indonesia

Ekonomi Indonesia di Mata ASEAN dan Dunia

Indonesia merupakan negara besar baik dari sisi luas wilayah, jumlah penduduk maupun potensi sumber daya alamnya. Luas wilayah daratan mencapai 1.919.440 km2, terluas di kawasan ASEAN dan terluas ke-15 di dunia dengan jumlah penduduk 235 juta jiwa.
Namun sayang, akhir-akhir ini ada beberapa hal mengganjal nama besar Indonesia, seperti tingkat kemiskinan, lemahnya diplomasi, serta rasa rendah diri yang makin membuat bangsa ini loyo dan semakin direndahkan.
Padahal, pertumbuhan ekonomi Indonesia amat mencerahkan hingga mencapai enam persen, sehingga memicu gerak napas lapangan kerja meningkat, menambah devisa Negara, serta meningkatkan optimisme pelaku ekonomi dalam negeri maupun luar negeri terhadap kondisi ekonomi Indonesia yang semakin membaik.
Bahkan, lembaga pemringkat dunia, Fitch Rating, di tahun 2011 memberikan predikat sebagai negara layak investasi kepada Indonesia dan diramalkan menjadi negara ekonomi terbesar ke-16 dunia. Lebih hebatnya lagi, di tahun 2012 lembaga kajian Mc Kinsey Global Institute memprediksi Indonesia bakal menjadi raksasa ekonomi ketujuh dunia. Namun tanda-tanda membahagiakan itu belum menaikkan pamor Indonesia di mata ASEAN maupun dunia internasional.
Contoh kecil saja, kenyataan banyaknya tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mencari nafkah di luar negeri adalah bukti sahih bahwa Indonesia belum mampu menyediakan lapangan kerja cukup untuk menyejahterakan rakyatnya. Terlebih, rata-rata TKI yang diberangkatkan ke luar negeri bekerja di sektor bawah seperti menjadi pembantu, tukang panen kelapa sawit, buruh bangunan dan pekerjaan kasar lainnya yang tidak membutuhkan keterampilan dan pendidikan tinggi.
Salah satu penyebab adalah salah kelolanya sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia. Indonesia dikenal sebagai pengekspor kelapa sawit, tapi yang menikmati perusahaan besar asing, bukan rakyat Indonesia. Demikian pula halnya dengan kopi, karet, kelapa, kakao dan berbagai produk pertanian lainnya. Indonesia yang punya lahan, perusahaan asing mengeruk untung.
Belum lagi di bidang pertambangan. Timah, tembaga, emas dan hasil tambang lainnya dikuasai asing, sementara Indonesia cuma dapat sekian persen. PT Inalum di Kabupaten Asahan adalah salah satu contoh betapa "rakusnya" perusahaan asing ingin berlama-lama mengeruk kekayaan alam negara kita, sementara kehidupan rakyat di sekitarnya tidak mendapatkan apa-apa.
Indonesia memiliki laut luas dan menjadi jalur pelayaran penting dunia seperti Selat Malaka, Selat Lombok, Selat Sunda dan lain-lain yang memudahkan pergerakan barang dari Asia-Pasifik-Eropa-Amerika dan sebaliknya, namun sepertinya rakyat Indonesia tidak kenal laut. Bayangkan bila dikelola oleh putra-putri Indonesia, maka banyak lapangan kerja bisa dibuka.
Mengembalikan pamor Indonesia dimulai dari sektor ekonomi. Karena bila sektor ekonomi baik dan makmur, maka negara bisa membiayai segala kegiatan yang sifatnya nasional, serta memakmurkan rakyatnya. Putra-putri terbaik bisa disekolahkan agar lebih pintar dan punya keterampilan sehingga bisa mengelola sumber daya alam negaranya sendiri, bisa memperkuat pertahanan dan keamanan agar negara lain tidak semena-mena remeh terhadap negara kita, serta tidak perlu mengemis meminta bantuan asing dalam pembiayaan belanja negara terutama dengan utang.
Memang susah merebut kembali sumber daya alam yang sudah dikuasai perusahaan asing, karena sudah terikat perjanjian bertahun-tahun bahkan puluhan tahun untuk memanfaatkan lahan tambang maupun lahan hutan dan pertanian milik negeri kita. Kita dapat apa?
Tingkah laku negara tetangga Malaysia menyiksa TKI, Australia menyadap pembicaran telepon kepala negara Indonesia, lepasnya Sipadan-Ligitan, tuduhan Australia kepada Indonesia atas nasib imigran gelap via laut Indonesia, serta banyaknya sumber daya alam yang dikuasai asing, harusnya menjadi pelajaran pahit bagi pemimpin negeri ini agar jangan cepat terlena dengan slogan perdagangan bebas dan eksploitasi lahan dan hutan demi meningkatkan penerimaan negara yang pada akhirnya negara kita tidak memiliki apa-apa lagi.
Sebagai bangsa yang besar secara fisik dan jumlah penduduk, sudah sepantasnya Indonesia disegani, bukan dipandang remeh. Sikap plin-plan dan lembek para pemimpin Indonesia terhadap asing hingga begitu mudahnya menggadaikan Indonesia atas nama pasar bebas, liberalisasi ekonomi dan berbagai slogan lain patut diwaspadai. Kita merindukan pemimpin yang membawa Indonesia menuju mandiri dan bisa berdiri dengan kaki sendiri, bukan tergantung kepada asing. Semoga di Pemilu 2014 kita menemukan pemimpin berwibawa, bersih dan kuat yang mampu memulihkan harga diri dan wibawa Indonesia di mata ASEAN dan dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar